Siapa yang tidak mengetahui manfaat propolis? ‘Ramuan’ yang dihasilkan oleh lebah ini memiliki berjuta manfaat. Sayangnya, potensi propolis di Indonesia belum tergali lebih jauh. Terutama penelitian yang berkaitan dengan propolis. Untuk menggali potensi propolis dalam kaitannya terhadap penelitian, terutama protein engineering, maka tim labsatu.com berbincang dengan pakar propolis Indonesia pada Kamis (21/07/2016) lalu.
Paska menamatkan studi S2 dan S3 dibidang protein engineering di Tokyo University of Agriculture and Technology (TUAT), Jepang. Peneliti yang aktif mengajar di Teknik Kimia UI ini, mulai berkecimpung sebagai peneliti pada tahun 2010. Tim labsatu.com bertemu dengan alumnus S1 Kimia ITB ini di Gedung Alumni FKUI, Salemba.
Siapakah dia? Peneliti yang meraih 8 hak paten ini adalah Dr. Muhamad Sahlan. Selain berhasil mendapatkan hak paten, Dr. Sahlan juga berhasil mendapatkan berbagai penghargaan dan mempublikasikan jurnal internasional. Diantara jurnal yang dipublikasikannya adalah berjudul “Efficient Expression of Recombinant Soluble Apoptin in Escherichia coli and Bacillus subtilis” dan “Encapsulation of Indonesia Propolis by Casein Micelle”.
Doktor yang ramah ini mengatakan bahwa dirinya mengambil dua fokus background yaitu natural productdan protein engineering. Berikut wawancara labsatu.com dengan bapak Sahlan.
Dr. Muhamad Sahlan (Nomor dua dari kiri) (Sumber: dok. pribadi)
Mengapa Pak Sahlan tertarik dengan natural product dan protein engineering?
Salah satu challenging yaitu ketika masuk ke UI, saya tidak ingin melakukan riset apa yang sudah di S2 dan S3 lakukan. Pada saat itu, saya berpikir bahwa kita harus punya kepakaran sendiri yang bersifat new. Minimal baru di Indonesia. Maka saya memilih 3 fokus waktu itu yaitu tentang apoptin yang idenya didapat dari Dr. Hafiyono dari UNS. Beliau menawarkan gen-gen menarik, salah satunya apoptin ini.
Kenapa apoptin menarik? Karena apoptin lebih aplikatif dan jika berhasil maka bisa menjadi obat antikanker yang spesifik ke sel kankernya saja tidak menyerang sel normal.
Kemudian karena di Indonesia lebih banyak diminta product base, produknya apa, inovasinya apa, maka berpikir harus punya yang shortterm. Oleh karena itu saya pilih produk-produk perubahan seperti memanfaatkan kasein susu dan propolis. Karena di Al Quran sudah jelas jaminannya (tentang lebah dan apa yang dihasilkannya, -red), kita tinggal diminta untuk mengeksplorasi saja. Apalagi di Indonesia yang masih hidden resources. Banyak tapi belum diidentifikasi.
Selain itu saya juga tertarik dengan dunia nano. Prediksi saya, kedepan yang akan berpotensi besar itu ada IT, nano dan biotek. Kalau IT kan sudah common technology. Jadi saya mengambil dua bidang lainnya yaitu nano dan biotek.
Jadi selama S1 teknik kimia, penelitian atau percobaan saya tentang apoptin selalu di luar. Kerjasama dengan berbagai instansi seperti bppt, farmasi dan lain-lain. Semua gak ada di laboratorium saya (lab teknik kimia, -red) karena tidak ada alat-alatnya.
Nah, apa yang bisa kita kerjakan di laboratorium? saya berpikir keras saat itu akhirnya muncul ide nano herbal dengan menggunakan enkapsul protein. Dan kebetulan juga ada hadits Rasul yang mengatakan bahwa hewan yang memakan dedaunan menghasilkan susu yang dapat dijadikan sebagai obat.
“Berobatlah dengan susu sapi, sesungguhnya aku berharap supaya menjadikannya sebagai obat, karena (sapi) makan setiap dedaunan.” (HR ath-thabrani)
Ini ‘kan jadi pertanyaan besar, kenapa bisa jadi begitu? Dan ternyata beberapa peneliti yang kebanyakan dari Israel, menemukan bahwa kasein itu sebagai zat karier. Jadi senyawa aktifnya itu ada di kasein itu. Semakin bagus makanannya maka semakin bagus kandungan susu atau protein susunya.
Nah makanya sekarang kita balik. Kita ambil protein susunya dan kita jadikan zat delivery. Nah itu latar belakang kenapa saya memilih fokus pada tiga hal tersebut.
Tapi sekarang penelitian apoptin tengah ditunda karena kita harus punya partner dan tidak bisa hanya sampai uji praklinis. Artinya itu produk yang mubazir karena tidak jadi apa-apa. Sekarang yang lagi ‘on’ di dua lainnya.
Untuk nano teknologi, beberapa artikel tentang nano teknologi sudah banyak di-disertasi oleh orang-orang. Artinya ini ‘kan memang keterbaruannya cukup dan biasanya untuk zat delivery itu single molekul. Nah karena di Indonesia ini banyak herbal, maka saya larinya ke herbal.
Kemudia challenging kedua adalah bagaimana hasil lab ini agar tidak terhenti di lab saja, tapi bagaimana caranya bisa inisiasi ke pasar. Masuk ke masyarakat. Maka yang dilakukan adalah kita memakai yang shortterm tadi, yaitu propolis. Saya memulainya dari propolis. Kita cari pattern-nya apa, nah kita perbaharui.
Yang selanjutnya adalah tentang resources kita. Selama ini bahan baku propolis yang ada di Indonesia, hampir 85% berasal dari luar seperti dari Brazil, Cina dan Italia. Sedangkan di Indonesia tidak ada. Ini membuat saya berinisiatif untuk masuk lebih jauh. Mulai dari asosiasi-asosiasi, masuk ke daerah dan wilayah, peternak-peternak lebah.
Belajar lebah Trigona di Luwu Utara (Sumber gambar: dok. pribadi Pak Sahlan)
Dari sini diketahui bahwa kita harus masuk sampai dalam karena kita bisa salah sampel dan persepsi kalo kita hanya tahu bahan bakunya lalu diekstrak dan selesai saja. ‘Kan bahan bakunya juga harus tahu asal muasalnya dari mana. Jadi dari mulai teknologi ekstraksinya sampai ke asalnya dari mana. Bahkan sekarang saya sudah berternak lebah sendiri.
Jadi kita mengembangkan dari energi ekstraksi dan membuat berbagai macam inovasi produk. Lalu kita harus kerjasama dengan pengguna. Nah dari situ, alhamdulillah setidaknya ada 8 paten. Misalnya kerjasama dengan kedokteran gigi yang punya banyak ide. Bagaimana caranya meremineralisasi gigi dengan memanfaatkan propolis dicampur dengan apa? Kemudian lahirlah permen untuk kesehatan mulut, gigi dan anak.
Berangkat dari hasil paten ini, saya berpikir untuk membentuk startup company yang dinamakan CV. Nano Biotek supaya semua hasil paten bisa diakomodir. Karena berbeda dengan di luar negeri yang ketika ada paten maka banyak yang berburu untuk produksi. Sedangkan di Indonesia, biasanya paten hanya untuk keperluan Cum (penilian cum laude, -red) saja. Tindak lanjutnya kurang.
Menarik tentang apoptin. Mengingat Pak Sahlan sebagai protein engineer, apakah apoptin ini mengalami rekayasa?
Apoptin ini ada beberapa yang meneliti terutama dari Cina, Belanda dan Australia serta sudah terbukti biakan dari virus. Sebenarnya ada yang menarik dengan apoptin ini, bagaimana virus ini dapat berkaitan dengan kanker.
Jadi virus itu ada yang disebut dengan oncovirus yaitu virus penyebab terjadinya kanker. Misalnya seperti kanker serviks yang disebabkan oleh virus. Namun ada juga beberapa jenis virus yang justru sebaliknya yaitu sebagai supressor atau penekan pertumbuhan kanker. Dan chicken anemia virus itu justru termasuk ke dalam jenis virus yang mensupress kanker. Dia menyebabkan apoptosis pada virus.
(Kiri atas) Penampakan partikel isolat Chicken anemia virus. (Kiri bawah) Penampakan partikel isolat porcine circovirus-2. (Kanan, panah hitam) Negatif kontras mikroskop elektron dari chicken anemia virus. (Sumber: talk.ictvonline.org)
Lalu apa yang saya lakukan untuk merekayasa? Pertama yang saya lakukan adalah protein itu kan partikel besar. Nah, kita punya virus dengan protein berpartikel besar. Tidak seperti small molekul sehingga akan susah masuk ke dalam sel. Maka perlu penambahan sesuatu agar lebih mudah masuk ke dalam sel virus.
Beberapa negara ada yang pakai peptida khusus yang bisa membantu dalam penetrasi terhadap sel kanker seperti TAT dan ada yang pakai PTD4. Nah dalam hal ini saya menggunakan arginin 8 atau okta arginin yang membantu penetrasi terhapap sel kanker. Jadi protein ini akan mudah mengenali dan penetrasi ke sel kanker. Sudah ada penelitian yang membuktikan bahwa okta arginin membantu penetrasi dan apoptosis. Itu yang kita lakukan di awal.
Yang kedua adalah kalau kita mau memproduksi obat yang basicnya protein, maka yang menjadi masalah adalah proses pemurniannya. Karena pemurnian protein itu terbilang sulit. Dia harus beberapa kolom. Maka disisi lain, setelah kita menambahkan okta arginin disektor terminal, lalu end terminalnya ditambahkan 12 histidin.
Penambahan 12 histidin ini berfungsi untuk mempermudah pemurnian. Ada Kolom pemurnian namanya nikel, jadi hanya yang punya poli-histidin yang akan terbaca. Karena tingkat ekspresi protein di E. coli dan bakteri lain rendah, maka kita melakukan optimasi kodon agar mempermudah ekspresinya dalam bakteri. Tahapan ketiga ini sudah berhasil.
Lalu yang terakhir kita tambahkan HLY yaitu protein yang membantu untuk keluar dari E. coli. Jadi dengan protein ini diharapkan agar nanti hasilnya ekstraseluler bukan intraseluler. Jadi untuk pemurnian akan lebih mudah lagi, kita bisa pakai metode kontinyu untuk produksinya. Sekarang sampai pada modif ekspresi di E.coli sudah berhasil dan kalau sampai situ tidak ada partnernya maka selesai.
Kita butuh partner untuk uji praklinis, uji klinis dan ini agak susah. Sebelumnya sudah pernah inisiasi ke beberapa perusahaan farmasi tapi sulit karena protein ini berasal dari virus akan banyak penolakan dan ini harus diselesaikan. Nah perusahaan farmasi tidak bersedia. Mungkin ini 30 tahun kemudian baru akan jadi obat. Sehingga kalo di Cina, pemerintahnya mau tapi kalo di Indonesia pemerintahnya masih susah. Ini yang membuat saya cooling down penelitian tentang apoptin ini dan masih mencari siapa kiranya mitra yang mau melanjutkan untuk uji klinis.
Karena harus ada uji lagi yang namanya biokompetibilitas atau bioamvibilitas yaitu apakah sel-sel tubuh menerima apa tidak. Apakah ini sifatnya toksik atau tidak. Kalau proteinnya dari manusia mungkin tidak bermasalah tapi ini kan dari virus. Maka itu butuh uji klinis dan ini butuh biaya yang tidak sedikit. Bisa milyaran bahkan triliun.
Jadi sistemnya ini kan seperti kemoterapi aman. Sel normalnya tidak akan terpengaruh apa-apa karena apoptin ini targeted. Langsung ke target tertentu.
Maka dari itu, akan lebih bijak kalau kita memfokuskan apa yang sudah di depan mata seperti propolis. Setiap negara punya marker propolis masing-masing, misalnya seperti di Brazil markernya senyawa Artepicilin C. Jadi kalau bertanya kualitas propolis produksi mereka, yang akan ditanya adalah konsentrasi artepicilinnya berapa.
Lain halnya dengan propolis Autralia dan New Zealand, mereka punya markernya senyawa CAPE (Caffeic acid phenethyl ester) yang banyak diteliti khasiatnya. Nah kita, di Indonesia belum punya markernya tapi khasiatnya sudah terbukti. Maka itu kita lagi mencari markernya apa, biographical identity-nya apa. Balik ke saintifiknya.
Kita kemarin sempat ingin menggunakan alat canggih seperti Liquid Chromatography dengan Mass Spectrometer (LC-MS/MS) yaitu liquid kromatografi yang dapat memprofiling senyawa apa saja yang ada di propolis dari berbagai daerah. Kita cari identitynya yang mana untuk molekul markernya. Sejauh ini belum ke arah sana karena alatnya mahal, 12 M.
LC-MS/MS (Sumber gambar: vetmedzg.eu)
Apa memungkinkan jika ‘numpang’ di negara lain untuk profiling senyawa dalam propolis kita?
Sekarang memang tengah dijajaki. Saya mau kerjasama dengan Jepang dan Inggris, untuk mencari molekul identity itu. Kalo di Indonesia, ‘kan banyak dan beragam jadi butuh sample hingga ratusan sepertinya. Tapi sebenarnya kita juga yang rugi nanti, karena kalau profiling itu akan terlihat senyawa apa saja yang terkandung di dalamnya. Kalau nanti ternyata banyak senyawa baru yang mungkin belum ditemukan dan akan menjadi hak mereka. Kan sayang.
Saat konferensi propolis pertama di dunia yang diselenggarakan di Inggris, saya persentasi bahwa potensi propolis kita mencapai 2 ton/bulan. Belum lagi bahan bakunya saja dari satu daerah dengan jenis lebah yang berbeda sama sekali dengan negara lain. Mereka langsung terkejut.
Sampai-sampai, ada orang Jepang yang ingin datang ke Indonesia dan membiayai semua kerjasama ini. Mereka berpikir bahwa ini sangat potensial. Karena Indonesia kan terdiri dari banyak daerah yang sangat potensial tapi datanya sangat sedikit. Mereka berfikir pasti keterbaruannya banyak.
Sebenernya apa itu Propolis dan apa kandungannya?
Sebanyak yang mempertanyakan hal itu juga dan saya juga baru tahu belum lama ini. Karena saya kan di teknik ya, banyakan ekstraksi segala macam.
SJadi apa itu propolis? Propolis itu ibarat pertahanan negara atau koloninya lebah. Jadi lebah itu punya pertahanan bertingkat, ada pertahanan individu yang mengeluarkan fenol, ada pertahanan koloni. Jadi kalau di sarang, agar steril maka dikasih semacam ‘lem’ atau saya sebutnya seperti ‘cat’. Nah ‘cat’ ini adalah propolis yang bersifat antimikroba, antijamur, antioksidan dari ini bisa berkembang banyak.
Propolis itu adalah getah atau resin-resin tanaman yang bercampur dengan zat lilin, mineral dan lain-lain. Makanya saya sebut seperti ‘cat’. Lalu bagaimana kita memisahkan zat lilin dengan si ekstraknya agar setiap bagiannya bisa digunakan. Jadi ada tiga fraksi yang bisa dimanfaatkan, tapi baru dua yang kita manfaatkan. Yaitu propolisnya kita buat mouthwash, propolis dan lain-lain. Sedangkan Zat lilinnya bisa kita gunakan untuk pemakian luar seperti sabun dan lotion. Semua sudah dipetakan akan berkembang menjadi produk apa saja.
Setiap lebah akan menghasilkan produk yang berbeda tergantung dari lingkungannya atau apa yang mereka konsumsi. Peneliti Prof. Kumazawa dari Universitas Shizuoka Jepang ini pintar. Dia melakukan penelitian berupa pencarian sumber resin atau senyawa utama yang terkandung dari propolis. dia teliti manfaat dan senyawa utama yang terkandung dari propolisnya itu apa. Begitu tahu jenis senyawanya, kemudian dia mencari tahu tanaman apa yang mengandung senyawa tersebut.
Kemudian dia tinggal mengambil tanaman itu dan dikembangkan sebagai sumber obat. Tanaman yang awalnya padahal tidak dikenal. Nah kita bisa juga beralih ke sana. Lihat molekul markernya apa, lalu cari dari tanaman mana. Begitu sudah tahu tanamannya, tinggal ambil dan mengembangkan tanamannya tanpa perlu propolisnya lagi.
Apakah propolis mengandung protein?
Protein Asam aminonya ada, terakhir kita identifikasi, ditemukan sekitar 18 asam amino yang terkandung di dalamnya. Tapi saja asam aminonya itu masih belum baku karena bisa jadi entah karena ada bakteri mati di situkah atau lainnya. Ada juga peneliti dari Cina, tapi baru satu atau dua publikasi, bahwa di propolis juga ada enzimnya. Jadi ada enzim pembuat propolis, sehingga mengandung protein. Namun kebanyakan bukan ‘mine’ hanya penambah nutrisi saja.
Apa tidak ada rencana untuk menggali protein yang ada di propolis?
Kemarin sempat ada mahasiswa yang mau ke arah situ, kita lagi mencari enzim yang memproduksi propolis. Ada satu atau dua publikasi perihal ini di Cina, namun konsentrasinya rendah sekali. Agak sulit. Tapi rencana mau ke arah sana sudah ada. Inginnya kedepan sih kita ambil getah-getah saja lalu difermentasi dan jadi propolis karena ada enzim itu. Mahasiswa yang mau ke arah sana saya cancel dulu, tapi ide-ide untuk itu sudah ada.
Sekarang saya juga mau masuk ke madu karena markernya banyak. Selama ini kondisi ‘permaduan’ di Indonesia terbilang standar dan jenis lebah yang diternakan itu kebanyakan Apis mellifera. Madu yang dihasilkan oleh Apis mellifera sudah ada standar dunia, tapi masalahnya di kita adalah kadar airnya tinggi. Karena Indonesia termasuk negara tropis jadi tidak bisa disamakan dengan negara Eropa.
Apis Mellifera (Sumber gambar: beebase.org)
Kadar air pada madu menjadikannya encer. Padahal di Indonesia punya tiga jenis lebah lagi yang kalo diuji tidak masuk standar SNI. Karena memang jenis lebahnya berbeda. Jadi yang salah bukan lebahnya, tapi SNI-nya. Sekarang protein madu inilah yang coba kita lihat dan jadikan standar. Ini yang tengah diteliti. Jadi protein madu dari semua lebah termasuk dari Apis dorsata (lebah hutan) atau sering disebut sebagai madu hutan yang tidak ada SNI-nya.
Kemarin sempat beredar tentang madu palsu, saya dapat informasi dari peternak. Bentuk pemalsuannya macam-macam, ada yang dipalsukan dengan tambahan fruktose (gula cair). Ada yang benar-benar disintesis yaitu ditambah pewarna, gula, protein, soda kue agar timbul gas karena salah satu tanda madu itu kan ada gas.
Kita pernah coba teliti di laboratorium. Waktu itu, hipotesis saya adalah kalau gas dari soda kue keluarnya CO2. Berbeda dengan madu asli yang keluar adalah O2 karena ada reaksi enzimatis. Ketika diuji lab, ternyata benar bahwa yang palsu itu keluarnya gas CO2. Nah proteinnya itu ternyata hampir sama konsentrasi diketiganya. Itu kan baru konsentrasi, nah markernya apa dari ketiganya. Ini yang lagi diteliti.
Jadi membedakan madu asli dan palsu harus di lab, tidak bisa dari ciri-ciri seperti dirubung atau tidak dirubung semut dan lain-lain.
Sejauh ini sudah menghasilkan produk apa saja?
Manfaat propolis sangat banyak, dari propolis itu salah satunya kita produksi sabun, permen, propolis dan lain-lain. Lalu kita juga produksi keju dari singkong. Untuk produksi permen sudah diakusisi masuk ke PT. Berkah Madu Indonesia, Bandung. Sedangkan propolisnya diakusisi oleh PT. Rin Biotek Indonesia, Serpong. Jadi di CV. Nano Biotek hanya tempat jualan saja dan karena banyak yang tanya madu asli beli dimana maka sekalian kita jual madu. Peternakannya ada di UI, tapi dari lebah jenis penghasil propolis, Trigona sp.
Produk yang dihasilkan (Sumber: dok. pribadi Pak Sahlan)
Oh, ada lebah khusus penghasil propolis ya Pak?
Ada. Jadi ada filosofi yang belum disadari bahkan oleh dunia sekalipun. Semakin kecil lebah maka produksi propolisnya makin banyak. Hal itu sebagai bentuk perlindungan khusus karena tidak punya sting. Berbeda dengan jenis Apis mellifera yang sting-nya besar tapi hasil propolisnya sedikit.
Selama ini di Eropa dan negara-negara lain, kebanyakan penelitiannya ke Apis mellifera karena mereka belum tahu filosofi ini. Bahwa yang banyak menghasilkan propolis justru bukan Apis mellifera, melainkan lebah kecil macam Trigona sp.
Produk yang dihasilkan (Sumber: dok. pribadi Pak Sahlan)
Kemudian yang terbaru produksi keju dari singkong. Awalnya pernah kepikiran keju dari bee bread, tapi rasanya gak begitu enak jadi belum dilanjutkan. Soalnya selama ini peternak kebingungan bagaimana cara mengolah bee bread. Kita coba memanfaatkan limbah itu.
Selama ini produksinya di laboratorium atau dimana?
Gak, kita gak ada yang di lab. Kita langsung di industri. Jadi Nano Tekno itu bukan laboratorium tapi memang pabrik. Semua produksi langsung pabrik tidak di lab. Ada tiga pabrik rumahan dengan kapasitas produksi propolis 20 liter/bulan, sekarang sudah dipindahkan dengan kapasitas beberapa ton/bulan. Sudah lebih besar produksinya. Kalau yang produksi di rumah masih yang keju itu pun gak setiap hari jadi baru produksi kalau stok kosong.
Ada tiga pabrik sekarang. Kalau start up di rumah saya. Kalau yang propolis ada di Taman Tekno, kalau yang permen propolis di Kopo, Bandung. Pabriknya tergantung investornya. Sekarang keju juga tengah mencari investor karena kalau dari dosen ‘kan tidak bisa untuk produksi besar-besaran.
“Jadi masuknya paling ke toko-toko beku. Selama ini tetap ada permintaan di start up yang berlokasi di rumah, tapi gak banyak karena bisnis developmentnya belum sampai ke situ. Bisnis developmentnya jualan paten,” ujarnya sambil tertawa."
Setelah dijual kita punya saham di situ, karena sudah punya saham jadi tidak lagi dibatasi oleh hak paten yang rentangnya selama 20 tahun.
Selama ini prospeknya cukup bagus. Untuk yang produk sabun akan kita eksport ke beberapa negara seperti Malaysia, Arab, Jepang dan lain-lain. Kita tetap kembangkan yang di dalam dengan masuk ke pasar modern seperti Aeon mall, quranic food Rabbani dan lain-lain.
Sumber :https://www.labsatu.com/news/wawancara-menguak-potensi-propolis-bersama-pakar-propolis-indonesia/
BalasHapusSuperb post but I was wondering if you could write a litte more on this topic? I'd be very grateful if you could elaborate a little bit further. Thank you! outlook 365 login
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus